Grosir Kain lurik Terlengkap di Sosromenduran |
Kain lurik
Kain tenun lurik sudah berada pada Jawa lama dan tersebarkan di banyak wilayah di Jawa, seperti Yogyakarta, Klaten, atau Solo dan sudah jadi kerajinan tradisionil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lurik adalah kain tenun yang coraknya berlajur-lajur. Dilansir dari buku Lurik: Garis-Garis Sakral: The Magis Stripes (2000) kreasi Nian S. Djoemena tenun lurik adalah satu diantara kain tenun Indonesia yang simple baik pada tampilan ataupun penyelesaiannya, tetapi kain lurik ini penuh dengan bermacam arti.
Opini lain berkata lurik datang dari kata “rik” yang memiliki arti garis atau parit dengan berarti jadi pagar atau perlindungan untuk penggunanya. Ada sumber yang menjelaskan jika corak tenun lurik yang berupa kotak-kotak (terjadi dari garis vertikal dan horisontal yang bersua) sebagai buah pikiran dari buah nangka yang belum masak yang dicacah-cacah. Setelah itu membuat pola kotak-kotak yang dalam corak tenun lurik ada pola cacah gori atau dam-daman. Corak Pada dasarnya corak kain lurik dipisah dalam tiga corak, adalah: Lajuran Corak jalur yang garis-garisnya membujur sama arah benang lungsi (vertikal) Pakan Malang Corak yang garis-garisnya membujur sama arah benang pakan (horizontal) Cacahan Corak yang berlangsung dari persilangan di antara corak lajuran dan corak pakan malang
Corak yang terdapat di kain tenun itu punyai makna rutinitas dan kebiasaan dan keyakinan untuk penduduk Jawa kendati coraknya cuma berwujud kotak-kotak dan garis-garis. Corak tradisionil biasa diambil dari flora, fauna, gending jawa, serta benda keramat atau ampuh. Penduduk Jawa meyakini kalau tenun lurik berkekuatan mistik, maka dari itu pemakaian coraknya terbatas sama sesuai waktu dan keperluan tertentu. Perumpamaannya seperti corak liwatan, tumbar pecah, kembenan serta nyampingan yang digunakan untuk upacara hajatan tujuh bulanan. Lalu ada corak kluwung dan tuluh watu buat upacara ruwatan. Corak pletek jarak yang pribadi difungsikan oleh banyak bangsawan yang bisa memperbanyak kewibawaan di penggunanya, corak telu-pat yang dipakai oleh abdi dalam.
Pemanfaatan kain lurik dalam rutinitas kebudayaan Jawa dahulunya terbatas hanya dalam acara mitoni atau acara tujuh bulanan bayi. Kain lurik mengenyam perubahan kegunaan serta bergerak aktif maka saat ini bisa terdapat sifat profan dan magic. Mempunyai sifat profan ialah kain tenun digunakan kenakan pakaian di kehidupan seharian. Masalah ini sesuai sama kehidupan warga kekinian saat ini yang lebih punya sifat profan tanpa memikir berkaitan makna-makna simbolik, tetapi cuman untuk penuhi hasrat pasar selaku bahan komoditi. Sementara peranan kain lurik yang terkait dengan nilai-nilai Magic, kebatinan dan status lambang pemanfaatannya kerap digunakan di waktu upacara tersendiri dan dengan konsep-motif tertentu juga.
Konsep Kain lurik
Tersebut sejumlah corak kain lurik bersama-sama filosofinya:
Konsep Liwatan
Liwatan dalam Bahasa Jawa maknanya dilintasi. Kain itu yaitu salah satunya yang dipakai di acara sukuran tujuh bulanan atau mitoni.
Nama liwatan miliki angan-angan biar bayi yang dikandung bisa lahir dengan selamat. Pola liwatan tergolong dalam corak lajuran adalah kumpulan garis jalur pada ke-2 segi kain yang mengapit di golongan garis sisi tengah yang punyai tata corak warna yang tidak sama dengan kumpulan garis yang mengapitnya.
Pola Lasem
Lurik corak lasem dipakai di acara mitoni atau upacara 7 bulan kehamilan. Konsep itu sebagai merealisasikan perajutan kasih yang berbahagia dan bertahan lama.
Corak Telu-pat Pola
Telu-pat berawal dari Bahasa Jawa adalah telu (tiga) dan papat (empat). Corak itu sebagai corak lajuran yang sejumlah tujuh dengan konstruksi satu unit sejumlah empat dan satu unit sejumlah tiga maka bila dijumlah jadi tujuh. Angka tujuh dalam keyakinan Jawa diyakini sebagai angka bertuah yang menyimbolkan kehidupan dan kemakmuran. Corak itu dicetak oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Beliau, pilih perbedaan 3:4, lantaran dikira tidak menonjol. Pengertiannya yaitu jika satu orang yang semakin besar (orang raja atau penguasa) harus dekat sama rakyatnya.
Konsep Kembang Gedhang
Konsep Bunga pisang atau kembang gedhang dalam orang Jawa dimaksud ontong atau menuntut. Menuntut atau menuntut maknanya mengharap dengan keras.
Tujuannya yaitu usaha keras untuk mencapai suatu hal yang sudah dilakukan dengan benar-benar. Bila disangkutkan dengan corak kembang gedang, pokok artinya adalah kita menuntut dalam diri sendiri untuk merealisasikan dambaan. Menurut pembagian corak dasar corak ini tergolong di dalam corak lajuran, soal ini nampak dari corak jalur garis-garis yang tampak menguasai membujur sama arah benang lungsi. Konsep Sada Saler Sada Saler maknanya sebuah lidi. Lidi datang dari sisi daun pohon kelapa, sisi lidi itu kalau dikelompokkan karenanya bisa dipakai untuk membikin sapu lidi. Sapu lidi punyai makna filosofis adalah kerja sama dan persatuan. Walau cuman saler atau cuman 1 buah, lidi masih tetap berfungsi untuk memasangkan daun yang dipakai buat tempat makanan tradisionil.
Hal semacam itu dimisalkan kalau manusia benar-benar makhluk sosial yang terus butuh pihak lain dan mesti bantu-membantu. Menurut pembagian corak dasar pola ini termasuk dalam corak lajuran. Pola Sulur Ringin Abang Sulur dalam Bahasa Jawa bermakna akar, serta ringin merupakan pohon beringin. Corak sulur ringin punyai makna simbol kehidupan yang abadi sebab pohon beringin berusia panjang, kuat menghentikan semua halangan serta bencana. Lurik sulur ringin pula memiliki makna anak ringan berteman, bermasyarakat dan berfaedah antara sama-sama. Pohon beringin menyimbolkan pengayoman, keadilan dan karakter langgeng. Beringin menggambarkan manunggaling kalangan lan gusti yang bisa disimpulkan rakyat dengan pimpinan atau menyatunya manusia dengan Tuhan yang memberi hidup. Corak ini terhitung dalam corak lajuran. Soal ini dilihat dari jalur garis-garis yang membujur sama arah benang lungsi sama ukuran yang tidak serupa
Corak Yuyu Sekandang Yuyu merupakan kepiting ke bahasa Jawa yakni sama dengan kepiting yang hidup di air tawar, umumnya simpel dijumpai di kali atau sawah. Konsep yuyu sekandang adalah gambar murah rezeki. Cangkang keras yuyu memperlihatkan kelakuan keras, susah ditantang, gigih dan terus berusaha keras. Cangkang kerasnya memiliki fungsi buat perlindungan diri kita sendiri atau mereka yang disayangi. Dia gunakan cangkang kuatnya untuk jadi , mempertaruhkan dirinya sendiri buat buat perlindungan dan berikan kebahagiaan buat sama-sama. Dengan beberapa kawan, maka dapat memperingan rezeki atau bisa disebut dengan beberapa rekanan dan jaringan kita akan ditolong pada beberapa soal. Konsep yuyu sekandang menurut pembagian corak dasar terhitung ke corak cacahan adalah corak yang terjadi adalah persilangan di antara corak lajuran serta corak pakan malang.