Jual Kain lurik Terlengkap di Kota Bogor 0813-9183-5966 |
Kain lurik
Kain tenun lurik sudah berada pada Jawa sudah lama serta tersebarkan di sebagian wilayah di Jawa, seperti Yogyakarta, Klaten, atau Solo dan telah menjadi kerajinan tradisionil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lurik adalah kain tenun yang coraknya berlajur-lajur. Dilansir dari buku Lurik: Garis-Garis Keramat: The Magis Stripes (2000) kreasi Nian S. Djoemena tenun lurik sebagai satu diantaranya kain tenun Indonesia yang simple baik pada tampilan atau penyelesaiannya, tetapi kain lurik ini penuh dengan beragam arti.
Arahan lain berkata lurik asal dari kata “rik” yang mempunyai arti garis atau parit dengan mempunyai makna jadi pagar atau perlindungan buat penggunanya. Ada sumber yang mengucapkan kalau pola tenun lurik yang bersifat kotak-kotak (tercipta dari garis vertikal dan horisontal yang berbicara) sebagai buah pikiran dari buah nangka yang belum masak yang dicacah-cacah. Setelah itu membuat pola kotak-kotak yang dalam corak tenun lurik ada konsep cacah gori atau dam-daman. Corak Garis besarnya corak kain lurik dipisah dalam tiga corak, adalah: Lajuran Corak jalur yang garis-garisnya membujur sama arah benang lungsi (vertikal) Pakan Malang Corak yang garis-garisnya membentang sama arah benang pakan (horizontal) Cacahan Corak yang berlangsung dari persilangan di antara corak lajuran serta corak pakan malang
Corak yang terdapat pada kain tenun itu bermakna adat dan tradisi serta keyakinan untuk warga Jawa meskipun coraknya cuma berwujud kotak-kotak dan garis-garis. Corak tradisionil biasa diambil dari flora, fauna, gending jawa, serta benda keramat atau sakral. Penduduk Jawa memercayai jika tenun lurik berkekuatan mistik, hingga pemakaian coraknya terbatas sesuai sama waktu dan kebutuhan tertentu. Contoh-contohnya seperti corak liwatan, tumbar pecah, kembenan serta nyampingan yang digunakan buat upacara sukuran tujuh bulanan. Lantas ada corak kluwung dan tuluh watu buat upacara ruwatan. Corak pletek jarak yang khusus difungsikan oleh beberapa bangsawan yang bisa menambahkan kewibawaan pada penggunanya, corak telu-pat yang dipakai oleh abdi dalam.
Pemanfaatan kain lurik dalam kebiasaan kebudayaan Jawa dahulunya terbatas di acara mitoni atau acara tujuh bulanan bayi. Kain lurik merasakan perubahan peran dan bergerak aktif maka saat ini bisa punya sifat profan serta magic. Terdapat sifat profan ialah kain tenun difungsikan memakai pakaian di kehidupan setiap hari. Masalah ini sama dengan kehidupan orang kekinian sekarang ini yang lebih memiliki sifat profan tanpa ada berpikir tentang makna-makna simbolik, akan tetapi cuman untuk penuhi hasrat pasar jadi bahan komoditi. Sementara peranan kain lurik yang terjalin dengan nilai-nilai Magic, religius serta status lambang pemakaiannya kerap difungsikan pada saat upacara khusus dan dengan corak-motif tersendiri juga.
Pola Kain lurik
Tersebut sejumlah corak kain lurik bersama-sama filosofinya:
Pola Liwatan
Liwatan dalam Bahasa Jawa berarti dilalui. Kain itu satu diantara yang dipakai pada acara hajatan tujuh bulanan atau mitoni.
Nama liwatan miliki asa biar bayi yang dikandung bisa lahir dengan selamat. Pola liwatan termaksud dalam corak lajuran ialah grup garis jalur pada ke-2 segi kain yang mengapit pada golongan garis sisi tengah yang punyai tata corak warna yang tidak sama dengan barisan garis yang mengapitnya.
Corak Lasem
Lurik corak lasem dipakai dalam acara mitoni atau upacara 7 bulan kehamilan. Corak itu adalah merealisasikan perajutan kasih yang berbahagia dan bertahan lama.
Konsep Telu-pat Konsep
Telu-pat asal dari Bahasa Jawa adalah telu (tiga) dan papat (empat). Corak itu adalah corak lajuran yang sejumlah tujuh dengan konstruksi satu unit sejumlah empat dan satu unit sejumlah tiga maka jika dijumlah jadi tujuh. Angka tujuh dalam keyakinan Jawa diyakini menjadi angka sakral yang menggambarkan kehidupan serta kemakmuran. Corak itu dicetak oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Beliau, pilih perbedaan 3:4, lantaran dirasa tidak menonjol. Pengertiannya yakni kalau satu orang yang makin besar (seseorang raja atau penguasa) harus dekat sama rakyatnya.
Pola Kembang Gedhang
Konsep Bunga pisang atau kembang gedhang dalam penduduk Jawa disebutkan ontong atau menuntut. Menuntut atau menuntut berarti memohon dengan keras.
Artinya ialah upaya keras untuk raih suatu yang tengah dilakukan dengan serius. Bila disangkutkan dengan corak kembang gedang, pokok pengertiannya adalah kita menuntut dalam diri sendiri untuk merealisasikan harapan. Menurut pembagian corak dasar konsep ini termaksud ke dalam corak lajuran, masalah ini tampak dari corak jalur garis-garis yang nampak menguasai membujur sama arah benang lungsi. Pola Sada Saler Sada Saler maknanya sebuah lidi. Lidi berawal dari sisi daun pohon kelapa, sisi lidi itu apabila dihimpun karenanya bisa dipakai untuk bikin sapu lidi. Sapu lidi bermakna filosofis ialah kerja sama serta persatuan. Meskipun cuma saler atau cuman satu buah, lidi terus berfungsi untuk memasangkan daun yang dipakai buat tempat makanan tradisionil.
Perihal itu diumpamakan kalau manusia betul-betul makhluk sosial yang selalu perlu pihak lain dan mesti tolong-menolong. Menurut pembagian corak dasar corak ini termasuk juga dalam corak lajuran. Pola Sulur Ringin Abang Sulur dalam Bahasa Jawa bermakna akar, serta ringin ialah pohon beringin. Corak sulur ringin punyai makna tanda kehidupan yang abadi karena pohon beringin berusia panjang, teguh meredam semua kendala serta malapetaka. Lurik sulur ringin mempunyai makna anak gampang berkawan, bermasyarakat serta bermanfaat antara sama-sama. Pohon beringin menggambarkan pengayoman, keadilan serta karakter kekal. Beringin pula memperlambangkan manunggaling kalangan lan gusti yang bisa disimpulkan rakyat dengan pimpinan atau bergabungnya manusia dengan Tuhan yang berikan hidup. Pola ini tergolong dalam corak lajuran. Soal ini dilihat dari jalur garis-garis yang membujur sama arah benang lungsi sama ukuran yang tidak serupa
Konsep Yuyu Sekandang Yuyu merupakan kepiting ke bahasa Jawa yakni semacam kepiting yang hidup di air tawar, kebanyakan simpel diketemukan di kali atau sawah. Konsep yuyu sekandang sebagai simbol murah rizki. Cangkang keras yuyu memperlihatkan kelakuan keras, sukar dilawan, gigih dan terus berusaha keras. Cangkang kerasnya memiliki fungsi membuat perlindungan diri pribadi atau mereka yang disayangi. Dia memanfaatkan cangkang kuatnya menjadi sandaran, mempertaruhkan dianya sendiri buat membuat perlindungan dan memberi kebahagiaan buat sama-sama. Dengan sejumlah kawan, maka dapat memudahkan rizki atau bisa disebut dengan beberapa rekanan serta hubungan kita dapat ditolong pada banyak soal. Corak yuyu sekandang menurut pembagian corak dasar terhitung ke corak cacahan yakni corak yang terjadi adalah persilangan di antara corak lajuran serta corak pakan malang.